Selasa, 30 Juni 2009

KEHIDUPAN NABI IBRAHIM

KEHIDUPAN NABI IBRAHIM

Harun Yahya







Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang

Nasrani akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada

Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang yang

musyrik.Sesungguhnya orang yang paling dekat kepaa Ibrahim adalah orang-orang

yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad) serta orang-orang yan beriman (kepada

Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orangh-orang yang beriman.


(QS Ali Imran 67-68).









Nabi Ibrahim (Abraham) sering disebutkan di dalam Al Qur'an dan mendapatkan

tempat yang istimewa di sisi Allah sebagai contoh bagi manusia. Dia menyampaikan

kebenaran dari Allah kepada umatnya yang menyembah berhala, dan dia mengingatkan

mereka agar takut kepada Allah. Umat nabi Ibrahim tidak mematuhi perintah itu,

bahkan sebaliknya mereka menentangnya. Ketika penindasan yang semakin meningkat

dari kaumnya, nabi Ibrahim pindah ke mana saja bersama istrinya, bersama dengan

nabi Lut dan mungkin dengan bebeapa orang lain yang menyertai mereka.

Nabi Ibrahim adalah keturunan dari nabi Nuh. Al qur'an juga mengemukakan

bahwa dia juga mengikuti jalan hidup (diin) yang diikuti Nabi Nuh.

"Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam".

Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat

baik. Sesungguhnya dia termasuk di antara hamba-hamba Kami yang beriman.

Kemudian Kami tengelamkan orang-orang yang lain. Dan sesungguhnya Ibrahim

benar-benar termasuk golongannya (Nuh).(QS Ash- Shafaat: 79-83).

Pada masa Nabi Ibrahim, banyak orang yang menghuni dataran Mesopotamia dan di

bagian Tengah dan Timur dari Anatolia tinggal orang-orang yang menyembah

surga-surga dan bintang-bintang. Tuhan yang mereka anggap paling penting adalah

"Sin" yaitu Dewa Rembulan. Tuhan mereka ini dipersonifikasikan sebagai seorng

manusia yang berjenggot panjang, memakai pakaian panjang membawa rembulan

berbetuk bulan sabit diatasnya. Lagian, orang -orang tersebut membuat hiasan

gambar-gambar timbul dan pahatan-pahatan (patung) dari tuhan mereka itu dan

itulah yang mereka sembah. Hal ini merupakan system kepercayaan yang tersebar

luas ketika itu, yang mendapatkan tempat persemaiannya di Timur Dekat (Near

East), dimana keberadaannya terpelihara dalam jangka waktu yang lama.

Orang-orang yang tinggal di wilayah tersebut terus saja menyembah tuhan-tuhan

tersebut hingga sekitar tahun 600 M. Sebagai akibat dari kepercayaan itu, banyak

bangunan yang dikenal dengan nama "ziggurat" yang dulu dipakai sebagai

observatorium (tempat penelitian bintang-bintang) sekaligus sebagai kuil tempat

peribadatan yang dibangun di daerah yang membentang sejak dri Mesopotamia hingga

ke kedalaman Anatolia, disinilah beberapa tuhan,terutama dewa(i) Rembulan yang

bernama "Sin" disembah oleh orang-orang ini. 1

Kepercayaan yang hanya bisa ditemukan dalam penggalian arkeologis yang

dilakuan saat ini, telah disebutkan dalam Al Qur'an. Sebagaimana disebutkan

dalam Al Qur'an, Ibrahim menolak penyembahan tuhan-tuhan tersebut dan berpegang

teguh kepada Allah saja, satu-satunya Tuhan yang sebenarnya. Dalam Al Qur'an,

perjalanan hidup Ibrahim digambarkan sebagai berikut :

Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya

Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?.

Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata. Dan

demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang

terdpat) di langit dan di bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk

orang-orang yang yakin. Ketika malah telah menjadi gelap, dia melihat sebuah

bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetpi tatkala bintang itu

tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala

dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu

terbenam dia berkata : "Sesungguhnya jika Tuhnaku tidak memberikan petunjuk

kepadakum pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia

melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah tuhanku, ini lebih besar", maka

tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata : "Hai kaumku, sesungguhnya aku

berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan

diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan b umi dengan cenderung kepada

agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan

Tuhan.(QS. Al-An'an: 74-79)

Dalam al Qur'an, tempat kelahiran Ibrahim dan tempat di mana dia tinggal

tidak dikemukakan dengan terperinci. Tetapi diindikasikan bahwa Ibrahim dan Lut

tinggal di tempat yang saling berdekatan satu sama lain dan malaikat yang diutus

kepada umat nabi Lut juga mendatangi Ibrahim dan memberitahukan pada istrinya

suatu berita gembira tentang bayi laki-laki (yang dikandungnya), sebelum para

malaikat itu pergi melanjutkan perjalanan mereka menuju nabi Lut.

Cerita penting tentang Nabi Ibrahim dalam al Qur'an yang tidak disebutkan

dalam Perjanjian Lama adalah tentang pembangunan Ka'bah. Dalam Al Qur'an, kita

diberitahu bahwa Ka'bah dibangun oleh Ibrahim dan putranya Ismail. Sekarang ini,

satu-satunya hal yang diketahui oleh ahli sejarah tentang Ka'bah adalah bahwa

Ka'bah merupakan tempat yang suci sejak masa yang sangat tua. Adapun penempatan

berhala-berhala pada Ka'bah selama masa jahiliyah berlangsung sampai diutusnya

Nabi Muhammmad, dan itu merupakan penyimpangan dan kemunduran atas agama suci

Ilahi yang pernah diwahyukan kepada Nabi Ibrahim.

Ket.Gambar hal 36. (Atas : Pada masa Nabi Ibrahim, agama politheisme menyebar

ke seluruh wilayah Mesopotamia. Sang Dewa rembulan "Sin" salah satu berhala yang

paling penting. Orang-orang membuat patung-patung dari tuhan-tuhan mereka dan

menyembahnya. Disebelah tampak patung sin. Simbul bulan sabit dapat terlihat

dengan jelas pada dada patung tersebut).

(Bawah: Ziggurat yang digunakan baik sebagai kuil dan observatory

perbintangan yang dibangun dengan teknik yang paling maju ada masa itu. Bintang,

rembulan dan matahari menjadi objek utama dari penyembahan dan langi memiliki

hal yang sangat penting. Di sebelah kiri dan bawah adalah ziggurat utama dari

bangsa Mesopotamia.









Pada masa Nabi Ibrahim, agama politeisme

menyebar di wilayah Mesopotamia. Sang Dewa Bulan ýSiný, merupakan salah satu

berhala yang paling penting. Orang-orang membuat patung dari tuhan-tuhan mereka

dan menyembahnya. Di sebelah tampak patung Sin. Bentuk bulan sabit terlihat

jelas pada dada patung tersebut. Zigurat, yang digunakan baik sebagai kuil dan

tempat pengamatan bintang, merupakan bangunan yang dibuat dengan teknik paling

maju pada masa itu. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan

dan karenanya, langit merupakan hal sangat penting. Di sebelah kiri dan bawah

adalah zigurat utama bangsa Mesopotamia.





Ibrahim Dalam Perjanjian Lama


Perjanjian Lama kemungkinan besar merupakan sumber paling detail dalam

hal-hal yang berkenaan dengan Ibrahim, meskipun banyak diantaranya yang mungkin

tidak bisa dipercaya. Menurut pembahasan dalam perjanjian lama, Ibrahim lahir

sekitar 1900 SM di kota Ur, yang merupakan salah satu kota terpenting saat itu

yang berlokasi di Timur Tengah dataran Mesopotamia. Pada saat lahir, Ibrahim

tidak (belum) bernama "Ibrahim", tetapi "Abram". Namanya kemudian kemudian

dirubah oleh Allah (YHWH).

Pada suatu hari, menurut Perjanjian Lama, Tuhan meminta Ibrahim untuk

mengadakan perjalanan meninggalkan negeri dan masyarakatnya, menuju ke suatu

negeri yang tidak pasti dan memulai sebuah masyarakat baru di sana. Abram pada

usia 75 tahun mendengarkan seruan/pangilan itu dan melakukan perjalanan bersama

istrinya yang mandul yang bernama Sarai - yang kemudian dikenal dengan nama

"Sarah" yang berarti puteri raja - dan anak dari saudaranya yang bernama Lut.

Dalam perjalanan menuju ke "Tanah yang Terpilih (Chosen Land)" mereka

singgah/tingal di Harran untuk sementara waktu dan kemudian melanjutkan

perjalanan mereka. Ketika mereka sampai di tanah Kanaan yang djanjikan oleh

Allah kepada mereka, mereka diberikan wahyu oleh Allah berupa berupa

pemberiahuan bahwa tempat tersebut secara khusus dipilihkan oleh Allah buat

mereka dan dianugerhkan buat mereka. Ketika Abram mencapai usia 99 tahun, dia

membuat perjanjian dengan Allah dan namanya kemudian dirubah menjadi Ibrahim

(Abraham). Dia meninggal pada usia 175 tahun dan dikubur di gua Macpelah yang

berdekatan dengan kota Hebron (e l-Kalil) di West Bank (tepi barat)yang hari ini

wilayah tersebut di bawah penguasan Israel. Tanah tersebut sebenarnya dibeli

oleh Ibrahim dengan sejumlah uang dan itu merupakan kekayaannya dan keluarganya

yang pertama di Tanah Yang Dijanjikan itu (Promise Land).

Tempat Kelahiran Ibrahim Menurut Perjanjian Lama

Dimanakah tempat dilahirkannya Ibrahim, tetaplah merupakan sebuah isu yang

diperdebatkan. Orang Kristen dan Yahudi menyatakan bahwa Ibrahim dilahirkan di

sebelah Selatan Mesopotamia, pemikiran yang lazim dalam dunia Islam adalah bahwa

tempat kelahiran nya adalah di sekitar Urfa-Harran. Beberapa penemuan baru

menunjukkan bahwa thesis dari kaum Yahudi dan Kristen tidaklah menyiratkan

kebenaran yang seutuhnya.

Orang Yahudi dan Kristen menyandarkan pendapat mereka pada Perjanjian Lama,

karena dalam Perjanjian lama tersebut, Ibrahim dikatakan telah dilahirkan di

kota Ur sebelah Selatan Mesopotamia setelah Ibrahim lahir dan dibesarkan di kota

ini, dia dcieritakan telah menempuh sebuah perjalanan menuju Mesir, dan dalam

perjalanan tersebut mereka melewati suatu tempat yang dikenal dengan nama Harran

di wiayah Turki.

Meskipun demkian, sebuah manuskrip Perjanjian Lama yang ditemukan baru-baru

ini, telah memunculkan keraguan yang serius tentang kesahihan/validitas dari

informasi di atas. Dalam manuskrip yang ditulis dalam bahasa Yunani yang dibuat

sekitar sekitar abad ketiga SM, dimana manuskrip tersebut diperhitungkan sebagai

salinan yang tertua dari Perjanjian Lama, juga nama tempat "Ur" tidak pernah

disebutkan. Hari ini banyak peneliti Perjanjian Lama yang menyatakan bahwa

kata-kata "Ur" tidak akurat atau bahwa Ibahim tidak dilahirkan di kota Ur dan

mungkin juga tidak pernah mengunjungi daerah/wilayah Mesopotamia selama

hidupnya.

Disamping itu, nama-nama beberapa lokasi serta daerah yang disebutkan itu,

telah berubah karena perkembangan jaman. Pada saat ini dataran Mesopotamia

biasanya merujuk kepada tepi sungai sebelah selatan dari daratan Irak, diantara

sungai Efrat dan Tigris. Lagipula, dua milinium (2000 tahun) sebelum kita,

daerah Mesopotamia digambarkan sebagai sebuah daerah yang letaknya lebih ke

Utara, bahkan lebih jauh ke autara sejauh Harran, dan membentang sampai ke

daerah yang saat ini merupakan daratan Turki. Karena itulah, bila sekalipun kita

menerima pendapat bahwa "Dataran Mesopotamia" yang disebutkan dalam Perjanjian

Lama, tetap saja akan terjadi misleading (keliru) untuk berpikir bahwa

Mesopotamia dua millennium yang lebih awal dan Mesopotamia hari ini adalah

sebuah tempat yang persis sama.

Banhkan seandainya juga ada keraguan serius dan ketidaksepakatan tentang kota

Ur sebagai tempat kelahiran Ibrahim, tetapi ada sebuah pandangan umum yang

disetujui yaitu tentang fakta bahwa Harran dan daerah yang melingkupinya adalah

tempat dimana Nabi Ibrahim hidup. Lebih dari itu, peneliltian singkat yang

dilakukan terhadap isi Perjanjian Lama tersebut memunculkan beberapa informasi

yang mendukung pandangan bahwa tempat kelahiran Nabi Ibrahim adalah Harran.

Sebagai contoh di dalam Perjanjian Lama, daerah Harran ditunjuk sebagai "daerah

Artam" (Genesis, 11:31 dan 28:10). Disebutkan bahwa orang yang datrang dari

keluarga Ibrahim adalah "anak-anak dari seorang Arami" (Deutoronomi, 26:5).

Identifikasi penyebutan Ibrahim dengan sebutan "seorang Arami" menunjukkan bahwa

beliau (Ibrahim) melangsungkan kehidupannya di daerah ini.

Dalam berbagai sumber agama Islam, terdapat bukti yang kuat bahwa tempat

kelahiran Ibrahim adalah Harran dan Urfa. Di Urfa yang disebut dengan "kota para

Nabi" ada banyak cerita dan legenda tentang Ibrahim.

Mengapa Perjanjian Lama Dirubah?.

Perjanjian Lama dan Al Qur'an dalam mengungkapkan kisah tentang Ibrahim,

tampaknya hampir-hampir menggambarkan dua orang sosok Nabi yang berbeda, yang

bernama Abraham dan Ibrahim. Dalam Al Qur'an, Ibrahim diutus sebagai rasul bagi

sebuah kaum penyembah berhala. Kaum Ibrahim tersebut menyembah surga-surga,

bintang-bintang dan rembulan serta berbagai sembahan lain. Dia berjuang melawan

kaumnya dan selalu berusaha untuk mencoba agar mereka meninggalkan

kepercayaan-kepercayaan tahayul dan secara tidak terhindarkan, hal; itu juga

telah membangkitkan nyala api permusuhan dari seluruh masyarakatnya bahkan

termasuk ayahnya sendiri.

Sebenarnya, tidak ada satupun dari hal yang disebutkan diatas diceritakan

dalam Perjanjian Lama. Dilemparkannya Ibrahim ke dalam api, bagaimana Ibrahim

menghancurkan berhala-berhala yang disembah oleh masyarakatnya, tidaklah

disebutkan dalam Perjanjian Lama. Secara umum Ibrahim digambarkan sebagai nenek

moyang bangsa Yahudi dalam Perjanjian Lama. Hal ini menjadi bukti bahwa

pandangan di dalam Perjanjian Lama ini dibuat oleh para pemimpin masyarakat

Yahudi yang mencoba memberikan pijakan di masa mendatang konsep "ras/suku

bangsa". Bangsa Yahudi percaya bahwamereka adalah kaum yang selalu dipilih oleh

Tuhan dan merasa lebih unggul dari yang lainya. Mereka dengan sengaja dan penuh

keinginan untuk mengubah kitab Suci mereka dan membuat penambahan-penambahan

serta berbagai pengurangan berdasarkan keyakinan seperti di atas. Inilah

sebabnya mengapa Ibrahim digambarkan sebagai nenek moyang bangsa Yahudi belaka

dalam Perjanjian Lama.

Penganut Kristen yang percaya terhadap Perjanjian Lama, berpikir bahwa

Ibrahim adalah nenek moyang bangsa Yahudi, namun hanya terdapat satu perbedaan;

menurut penganut Kristen, Ibrahim bukanlah seorang Yahudi namun ia adalah

seorang Kristen. Penganut Kristen yang tidak begitu memperhatikan konsep

mengenai ras/suku bangsa sebagaimana dilakukan Yahudi, mengambil pendirian ini

dan hal ini menjadi salah satu penyebab perbedaan dan pertentangan diantara

kedua agama ini. Allah memberikan keterangan sebagaimana yang disebutkan dalam

Al Qur'an sebagai berikut :

Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim, padahal

Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak

berpikir?. Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah-membantah tentang hal

yang kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah membantah dalam hal yang tidak kamu

ketahui; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.

Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani akan tetapi

dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan

sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang yang musyrik".

Sesungguhnya orang yang paling dekat kepaa Ibrahim adalah

orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad) serta orang-orang yan

beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orangh-orang yang

beriman.(QS Ali Imran 65-68).

Di dalam Al Qur'an sangatlah berbeda dengan apa yang ditulis dalam Perjanjian

Lama, Ibrahim adalah seseorang yang memperingatkan kaumnya agar mereka takut

kepada Allah, serta bahwa dia adalah seseorang yang berperang/berjuang melawan

kaumnya itu pada akhirnya. Dimulai sejak masa mudanya, ia memperingatkan kaumnya

yang m,enyembah berhala-berhala untuk menghentikan perbuatan mereka itu. Sebagai

reaksi, kaumnya bertindak dengan mencoba untuk membunuh Ibrahim. Untuk

menghindar dari kejahatan yang dilakukan oleh kaumnya, maka Ibrahimpun akhirnya

berpindah tempat.



















CATATAN





1. Everett C. Blake, Anna G. Edmonds, Biblical Sites in Turkey,

Istanbul: Redhouse Press, 1977, hlm. 13.

Minggu, 21 Juni 2009


ISLAM



Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khottob radiallahuanhuma dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan.(Riwayat Turmuzi dan Muslim)


Pelajaran yang terdapat dalam hadits: Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyamakan Islam dengan bangunan yang kokoh dan tegak diatas tiang-tiang yang mantap.Pernyataan tentang keesaan Allah dan keberadaannya, membenarkan kenabian Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam, merupakan hal yang paling mendasar dibanding rukun-rukun yang lainnya.Selalu menegakkan shalat dan menunaikannya secara sempurna dengan syarat rukunnya, adab-adabnya dan sunnah-sunnahnya agar dapat memberikan buahnya dalam diri seorang muslim yaitu meninggalkan perbuatan keji dan munkar karena shalat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar .Wajib mengeluarkan zakat dari harta orang kaya yang syarat-syarat wajibnya zakat sudah ada pada mereka lalu memberikannya kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan.Wajibnya menunaikan ibadah haji dan puasa (Ramadhan) bagi setiap muslim.Adanya keterkaitan rukun Islam satu sama lain. Siapa yang mengingkarinya maka dia bukan seorang muslim berdasarkan ijma’ .Nash diatas menunjukkan bahwa rukun Islam ada lima, dan masih banyak lagi perkara lain yang penting dalam Islam yang tidak ditunjukkan dalam hadits.Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:“ Iman itu terdapat tujuh puluh lebih cabang “Islam adalah aqidah dan amal perbuatan. Tidak bermanfaat amal tanpa iman demikian juga tidak bermanfaat iman tanpa amal .

( حزب النصر )

( حزب النصر )
اللهم إني أسئلك بلا اله إلا انت رب السموات السبع ورب العرش العظيم
وأسئلك بلآاله الا أنت
رب السموات السبع ورب العرش الكريم
وأسئلك بلآاله الاأنت رب السموات السبع والارضين السبع
ومافيهن إنك على كل شيئ قدير

اللهم بسطوة جبروت قهرك وبسرعة إغاثة نصرك وبغيرتك لانتهاك حرماتك وبحمياتك لمن احتمى بآياتك نسئلك ياالله ياسميع ياقريب يامجيب ياسريع يامنتقم ياشديد البطش ياجبار ياقهار يامن لايعجزه قهرالجبابرة ولايعظم عليه هلاك المتمردة من الملوك والاكاسرة ان تجعل كيد من كادني في نحره ومكرمن مكربي عآئدا عليه وحفرة من حفرلي واقعافيها ومن نصب لي شبكة الخداع إجعله ياسيدي مساقا اليها ومصادا فيها واسيرا لديها اللهم بحق كهيعص اكفنا هم العدا ولقهم الردا واجعلهم لكل حبيب فدا وسلط عليهم عاجل النقمة في اليوم والغدا اللهم بدد شملهم وفرق جموعهم واقلل عددهم واجعل الدآئرة عليهم اللهم اوصل العذاب عليهم اللهم اخرجهم عن دآئرة الحلم واسلبهم مداد الامهال وغل ايديهم واربط على قلوبهم ولاتبلغهم الآمال اللهم مزقهم كل ممزق مزقته لاعدآئك إنتصارا لأنبيآئك ورسلك وأوليآئك٣ اللهم انتصرلنا إنتصارك لاحبابك على أعدآئك٣ اللهم لاتمكن الأعدآء فينا ولاتسلطهم علينا بذنوبنا٣ حم حم حم حم حم حم حم حم الامر وجآء النصر فعلينا لاينصرون حمعسق حمايتنا ممانخاف ونحذر اللهم قنا شرالأعدآء ولاتجعلنا محلا للبلوى اللهم أعطنا أمل الرجآء وفوق الأمل ياهو٣ يامن هو بفضله لفضله نسئلك العجل العجل٣ إلهي الإجابة الإجابة٣ يامن أجاب نوحا في قومه يامن نصر إبراهيم على أعدآئه يامن رد يوسف على يعقوب يامن كشف ضر ايوب يامن أجاب دعوة زكريا يامن قبل تسبيح يونس بن متى‎ نسئلك بأسرار هذه الدعوات أن تتقبل مابه دعوناك‎ ‎وأن تعطينا مابه سألناك أنجزلنا وعدك الذي وعدته لعبادك المؤمنين لاإله الاأنت سبحانك إني كنت من الظالمين إنقطعت آمالنا وعزتك إلا منك وخاب رجآءنا وحقك إلا فيك إن أبطعت غارة الارحام وابتعدت فأقرب الشيئ منا غارة الله ياغارة الله جدي السير مسرعة في حل عقدتنا ياغارة الله٣ عدت العادون وجاروا ورجونا الله مجيرا وكفى بالله وليا وكفى بالله نصيرا حسبناالله ونعم الوكيل ولاحول ولاقوة إلابالله العلي العظيم إستجبلنا ( أمين ) فقطع دابر القوم الذين الظلموا والحمد لله رب العالمين وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

Imam Syafi'i


Imam Syafi'i Sang Pembela Sunnah dan Hadits Nabi

Nama dan Nasab
Beliau bernama Muhammad dengan kunyah Abu Abdillah. Nasab beliau secara
lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al­'Abbas bin 'Utsman bin Syafi' bin as­Saib bin
'Ubayd bin 'Abdu Zayd bin Hasyim bin al­Muththalib bin 'Abdu Manaf bin Qushay.
Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri 'Abdu Manaf bin Qushay.
Dengan begitu, beliau masih termasuk sanak kandung Rasulullah karena masih terhitung
keturunan paman­jauh beliau, yaitu Hasyim bin al­Muththalib.
Bapak beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah daerah di wilayah Tihamah
di jalan menuju ke Yaman). Dia seorang yang tidak berpunya. Awalnya dia tinggal di
Madinah lalu berpindah dan menetap di 'Asqalan (Kota tepi pantai di wilayah Palestina)
dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda di sana. Syafi', kakek dari kakek
beliau, ­yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau (Syafi'i)­ menurut sebagian
ulama adalah seorang sahabat shigar (yunior) Nabi. As­Saib, bapak Syafi', sendiri
termasuk sahabat kibar (senior) yang memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia termasuk dalam barisan tokoh musyrikin Quraisy dalam
Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendiri dirinya dan menyatakan
masuk Islam.
Para ahli sejarah dan ulama nasab serta ahli hadits bersepakat bahwa Imam Syafi'i
berasal dari keturunan Arab murni. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah memberi
kesaksian mereka akan kevalidan nasabnya tersebut dan ketersambungannya dengan
nasab Nabi, kemudian mereka membantah pendapat­pendapat sekelompok orang dari
kalangan Malikiyah dan Hanafiyah yang menyatakan bahwa Imam Syafi'i bukanlah asli
keturunan Quraisy secara nasab, tetapi hanya keturunan secara wala' saja. Adapun ibu
beliau, terdapat perbedaan pendapat tentang jati dirinya. Beberapa pendapat mengatakan
dia masih keturunan al­Hasan bin 'Ali bin Abu Thalib, sedangkan yang lain menyebutkan
seorang wanita dari kabilah Azadiyah yang memiliki kunyah Ummu Habibah. Imam an­
Nawawi menegaskan bahwa ibu Imam Syafi'i adalah seorang wanita yang tekun
beribadah dan memiliki kecerdasan yang tinggi. Dia seorang yang faqih dalam urusan
agama dan memiliki kemampuan melakukan istinbath.
Waktu dan Tempat Kelahirannya
Beliau dilahirkan pada tahun 150. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga
dikomentari oleh al­Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah
dalam bidang yang ditekuninya.
Tentang tempat kelahirannya, banyak riwayat yang menyebutkan beberapa tempat
yang berbeda. Akan tetapi, yang termasyhur dan disepakati oleh ahli sejarah adalah kota
Ghazzah (Sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah Syam ke arah Mesir. Tepatnya
di sebelah Selatan Palestina. Jaraknya dengan kota Asqalan sekitar dua farsakh). Tempat
lain yang disebut­sebut adalah kota Asqalan dan Yaman.
Ibnu Hajar memberikan penjelasan bahwa riwayat­-riwayat tersebut dapat
digabungkan dengan dikatakan bahwa beliau dilahirkan di sebuah tempat bernama Ghazzah di wilayah Asqalan. Ketika berumur dua tahun, beliau dibawa ibunya ke negeri
Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang keturunan Yaman karena sang ibu
berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman). Lalu ketika berumur 10 tahun, beliau dibawa
ke Mekkah, karena sang ibu khawatir nasabnya yang mulia lenyap dan terlupakan.
Pertumbuhannya dan Pengembaraannya Mencari Ilmu
Di Mekkah, Imam Syafi 'i dan ibunya tinggal di dekat Syi'bu al­Khaif. Di sana, sang
ibu mengirimnya belajar kepada seorang guru. Sebenarnya ibunya tidak mampu untuk
membiayainya, tetapi sang guru ternyata rela tidak dibayar setelah melihat kecerdasan
dan kecepatannya dalam menghafal. Imam Syafi'i bercerita, "Di al­Kuttab (sekolah tempat
menghafal al­Qur'an), saya melihat guru yang mengajar di situ membacakan murid­
muridnya ayat al­Qur'an, maka aku ikut menghafalnya. Sampai ketika saya menghafal
semua yang dia diktekan, dia berkata kepadaku, 'Tidak halal bagiku mengambil upah
sedikitpun darimu.'" Dan ternyata kemudian dengan segera guru itu mengangkatnya
sebagai penggantinya (mengawasi murid­murid lain) jika dia tidak ada. Demikianlah,
belum lagi menginjak usia balig, beliau telah berubah menjadi seorang guru.
Setelah rampung menghafal al­Qur'an di al­Kuttab, beliau kemudian beralih ke
Masjidil Haram untuk menghadiri majelis­majelis ilmu di sana. Sekalipun hidup dalam
kemiskinan, beliau tidak berputus asa dalam menimba ilmu. Beliau mengumpulkan
pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta untuk dipakai
menulis. Sampai­sampai tempayan­tempayan milik ibunya penuh dengan tulang­tulang,
pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits­hadits Nabi. Dan itu
terjadi pada saat beliau belum lagi berusia balig. Sampai dikatakan bahwa beliau telah
menghafal al­Qur'an pada saat berusia 7 tahun, lalu membaca dan menghafal kitab Al­
Muwaththa' karya Imam Malik pada usia 12 tahun sebelum beliau berjumpa langsung
dengan Imam Malik di Madinah.
Beliau juga tertarik mempelajari ilmu bahasa Arab dan syair­syairnya. Beliau
memutuskan untuk tinggal di daerah pedalaman bersama suku Hudzail yang telah
terkenal kefasihan dan kemurnian bahasanya, serta syair­syair mereka. Hasilnya,
sekembalinya dari sana beliau telah berhasil menguasai kefasihan mereka dan menghafal
seluruh syair mereka, serta mengetahui nasab orang­orang Arab, suatu hal yang
kemudian banyak dipuji oleh ahli­ahli bahasa Arab yang pernah berjumpa dengannya
dan yang hidup sesudahnya. Namun, takdir Allah telah menentukan jalan lain baginya.
Setelah mendapatkan nasihat dari dua orang ulama, yaitu Muslim bin Khalid az­Zanji ­
mufti kota Mekkah­, dan al­Husain bin 'Ali bin Yazid agar mendalami ilmu fiqih, maka
beliau pun tersentuh untuk mendalaminya dan mulailah beliau melakukan
pengembaraannya mencari ilmu.
Beliau mengawalinya dengan menimbanya dari ulama­ulama kotanya, Mekkah,
seperti Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman al­'Athar, Muhammad bin Ali bin
Syafi' ­yang masih terhitung paman jauhnya­, Sufyan bin 'Uyainah ­ahli hadits Mekkah­,
Abdurrahman bin Abu Bakar al­Maliki, Sa'id bin Salim, Fudhail bin 'Iyadh, dan lain­lain.
Di Mekkah ini, beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits, lughoh, dan Muwaththa' Imam
Malik. Di samping itu beliau juga mempelajari keterampilan memanah dan menunggang
kuda sampai menjadi mahir sebagai realisasi pemahamannya terhadap ayat 60 surat Al­
Anfal. Bahkan dikatakan bahwa dari 10 panah yang dilepasnya, 9 di antaranya pasti
mengena sasaran.Artikel www.muslim.or.id
Artikel boleh disebarluaskan dengan syarat menyertakan sumbernya 3
Setelah mendapat izin dari para syaikh­nya untuk berfatwa, timbul keinginannya
untuk mengembara ke Madinah, Dar as­Sunnah, untuk mengambil ilmu dari para
ulamanya. Terlebih lagi di sana ada Imam Malik bin Anas, penyusun al­Muwaththa'. Maka
berangkatlah beliau ke sana menemui sang Imam. Di hadapan Imam Malik, beliau
membaca al­Muwaththa' yang telah dihafalnya di Mekkah, dan hafalannya itu membuat
Imam Malik kagum kepadanya. Beliau menjalani mulazamah kepada Imam Malik demi
mengambil ilmu darinya sampai sang Imam wafat pada tahun 179. Di samping Imam
Malik, beliau juga mengambil ilmu dari ulama Madinah lainnya seperti Ibrahim bin Abu
Yahya, 'Abdul 'Aziz ad­Darawardi, Athaf bin Khalid, Isma'il bin Ja'far, Ibrahim bin Sa'd
dan masih banyak lagi.
Setelah kembali ke Mekkah, beliau kemudian melanjutkan mencari ilmu ke Yaman.
Di sana beliau mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazin dan Hisyam bin Yusuf al­Qadhi,
serta yang lain. Namun, berawal dari Yaman inilah beliau mendapat cobaan ­satu hal
yang selalu dihadapi oleh para ulama, sebelum maupun sesudah beliau­. Di Yaman, nama
beliau menjadi tenar karena sejumlah kegiatan dan kegigihannya menegakkan keadilan,
dan ketenarannya itu sampai juga ke telinga penduduk Mekkah. Lalu, orang­orang yang
tidak senang kepadanya akibat kegiatannya tadi mengadukannya kepada Khalifah Harun
ar­Rasyid, Mereka menuduhnya hendak mengobarkan pemberontakan bersama orang­
orang dari kalangan Alawiyah.
Sebagaimana dalam sejarah, Imam Syafi'i hidup pada masa­masa awal pemerintahan
Bani 'Abbasiyah yang berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Pada masa itu,
setiap khalifah dari Bani 'Abbasiyah hampir selalu menghadapi pemberontakan orang­
orang dari kalangan 'Alawiyah. Kenyataan ini membuat mereka bersikap sangat kejam
dalam memadamkan pemberontakan orang­orang 'Alawiyah yang sebenarnya masih
saudara mereka sebagai sesama Bani Hasyim. Dan hal itu menggoreskan rasa sedih yang
mendalam pada kaum muslimin secara umum dan pada diri Imam Syafi'i secara khusus.
Dia melihat orang­orang dari Ahlu Bait Nabi menghadapi musibah yang mengenaskan
dari penguasa. Maka berbeda dengan sikap ahli fiqih selainnya, beliau pun menampakkan
secara terang­terangan rasa cintanya kepada mereka tanpa rasa takut sedikit pun, suatu
sikap yang saat itu akan membuat pemiliknya merasakan kehidupan yang sangat sulit.
Sikapnya itu membuatnya dituduh sebagai orang yang bersikap tasysyu', padahal
sikapnya sama sekali berbeda dengan tasysyu' model orang­orang syi'ah. Bahkan Imam
Syafi'i menolak keras sikap tasysyu' model mereka itu yang meyakini ketidakabsahan
keimaman Abu Bakar, Umar, serta 'Utsman , dan hanya meyakini keimaman Ali, serta
meyakini kemaksuman para imam mereka. Sedangkan kecintaan beliau kepada Ahlu Bait
adalah kecintaan yang didasari oleh perintah­perintah yang terdapat dalam al­Qur'an
maupun hadits­hadits shahih. Dan kecintaan beliau itu ternyata tidaklah lantas
membuatnya dianggap oleh orang­orang syiah sebagai ahli fiqih madzhab mereka.
Tuduhan dusta yang diarahkan kepadanya bahwa dia hendak mengobarkan
pemberontakan, membuatnya ditangkap, lalu di gelandang ke Baghdad dalam keadaan
dibelenggu dengan rantai bersama sejumlah orang­orang 'Alawiyah. Beliau bersama
orang­orang 'Alawiyah itu dihadapkan ke hadapan Khalifah Harun ar­Rasyid. Khalifah
menyuruh bawahannya menyiapkan pedang dan hamparan kulit. Setelah memeriksa
mereka seorang demi seorang, ia menyuruh pegawainya memenggal kepala mereka.
Ketika sampai pada gilirannya, Imam Syafi'i berusaha memberikan penjelasan kepada
Khalifah. Dengan kecerdasan dan ketenangannya serta pembelaan dari Muhammad bin
al­Hasan ­ahli fiqih Irak­, beliau berhasil meyakinkan Khalifah tentang ketidakbenaran
apa yang dituduhkan kepadanya. Akhirnya beliau meninggalkan majelis Harun ar­Rasyid
dalam keadaan bersih dari tuduhan bersekongkol dengan 'Alawiyah dan mendapatkan
kesempatan untuk tinggal di Baghdad.
Di Baghdad, beliau kembali pada kegiatan asalnya, mencari ilmu. Beliau meneliti
dan mendalami madzhab Ahlu Ra'yu. Untuk itu beliau berguru dengan mulazamah
kepada Muhammad bin al­Hassan. Selain itu, kepada Isma 'il bin 'Ulayyah dan Abdul
Wahhab ats­Tsaqafiy dan lain­lain. Setelah meraih ilmu dari para ulama Irak itu, beliau
kembali ke Mekkah pada saat namanya mulai dikenal. Maka mulailah ia mengajar di
tempat dahulu ia belajar. Ketika musim haji tiba, ribuan jamaah haji berdatangan ke
Mekkah. Mereka yang telah mendengar nama beliau dan ilmunya yang mengagumkan,
bersemangat mengikuti pengajarannya sampai akhirnya nama beliau makin dikenal luas.
Salah satu di antara mereka adalah Imam Ahmad bin Hanbal.
Ketika kamasyhurannya sampai ke kota Baghdad, Imam Abdurrahman bin Mahdi
mengirim surat kepada Imam Syafi'i memintanya untuk menulis sebuah kitab yang berisi
khabar­khabar yang maqbul, penjelasan tentang nasikh dan mansukh dari ayat­ayat al­Qur'an
dan lain­lain. Maka beliau pun menulis kitabnya yang terkenal, Ar­Risalah.
Setelah lebih dari 9 tahun mengajar di Mekkah, beliau kembali melakukan
perjalanan ke Irak untuk kedua kalinya dalam rangka menolong madzhab Ash­habul
Hadits di sana. Beliau mendapat sambutan meriah di Baghdad karena para ulama besar di
sana telah menyebut­nyebut namanya. Dengan kedatangannya, kelompok Ash­habul
Hadits merasa mendapat angin segar karena sebelumnya mereka merasa didominasi oleh
Ahlu Ra'yi. Sampai­sampai dikatakan bahwa ketika beliau datang ke Baghdad, di Masjid
Jami ' al­Gharbi terdapat sekitar 20 halaqah Ahlu Ra 'yu. Tetapi ketika hari Jumat tiba,
yang tersisa hanya 2 atau 3 halaqah saja.
Beliau menetap di Irak selama dua tahun, kemudian pada tahun 197 beliau balik ke
Mekkah. Di sana beliau mulai menyebar madzhabnya sendiri. Maka datanglah para
penuntut ilmu kepadanya meneguk dari lautan ilmunya. Tetapi beliau hanya berada
setahun di Mekkah.
Tahun 198, beliau berangkat lagi ke Irak. Namun, beliau hanya beberapa bulan saja
di sana karena telah terjadi perubahan politik. Khalifah al­Makmun telah dikuasai oleh
para ulama ahli kalam, dan terjebak dalam pembahasan­pembahasan tentang ilmu kalam.
Sementara Imam Syafi'i adalah orang yang paham betul tentang ilmu kalam. Beliau tahu
bagaimana pertentangan ilmu ini dengan manhaj as­salaf ash­shaleh ­yang selama ini
dipegangnya­ di dalam memahami masalah­masalah syariat. Hal itu karena orang­orang
ahli kalam menjadikan akal sebagai patokan utama dalam menghadapi setiap masalah,
menjadikannya rujukan dalam memahami syariat padahal mereka tahu bahwa akal juga
memiliki keterbatasan­keterbatasan. Beliau tahu betul kebencian meraka kepada ulama
ahlu hadits. Karena itulah beliau menolak madzhab mereka.
Dan begitulah kenyataannya. Provokasi mereka membuat Khalifah mendatangkan
banyak musibah kepada para ulama ahlul hadits. Salah satunya adalah yang dikenal
sebagai Yaumul Mihnah, ketika dia mengumpulkan para ulama untuk menguji dan
memaksa mereka menerima paham al­Qur'an itu makhluk. Akibatnya, banyak ulama
yang masuk penjara, bila tidak dibunuh. Salah satu di antaranya adalah Imam Ahmad bin
Hanbal. Karena perubahan itulah, Imam Syafi'i kemudian memutuskan pergi ke Mesir.
Sebenarnya hati kecilnya menolak pergi ke sana, tetapi akhirnya ia menyerahkan dirinya
kepada kehendak Allah. Di Mesir, beliau mendapat sambutan masyarakatnya. disana beliau berdakwah, menebar ilmunya, dan menulis sejumlah kitab, termasuk merevisi
kitabnya ar­Risalah, sampai akhirnya beliau menemui akhir kehidupannya di sana.
Keteguhannya Membela Sunnah
Sebagai seorang yang mengikuti manhaj Ash­habul Hadits, beliau dalam menetapkan
suatu masalah terutama masalah aqidah selalu menjadikan al­Qur'an dan Sunnah Nabi
sebagai landasan dan sumber hukumnya. Beliau selalu menyebutkan dalil­dalil dari
keduanya dan menjadikannya hujjah dalam menghadapi penentangnya, terutama dari
kalangan ahli kalam. Beliau berkata, "Jika kalian telah mendapatkan Sunnah Nabi, maka
ikutilah dan janganlah kalian berpaling mengambil pendapat yang lain." Karena
komitmennya mengikuti sunnah dan membelanya itu, beliau mendapat gelar Nashir as­
Sunnah wa al­Hadits.
Terdapat banyak atsar tentang ketidaksukaan beliau kepada Ahli Ilmu Kalam,
mengingat perbedaan manhaj beliau dengan mereka. Beliau berkata, "Setiap orang yang
berbicara (mutakallim) dengan bersumber dari al­Qur'an dan sunnah, maka ucapannya
adalah benar, tetapi jika dari selain keduanya, maka ucapannya hanyalah igauan belaka."
Imam Ahmad berkata, "Bagi Syafi'i jika telah yakin dengan keshahihan sebuah hadits,
maka dia akan menyampaikannya. Dan perilaku yang terbaik adalah dia tidak tertarik
sama sekali dengan ilmu kalam, dan lebih tertarik kepada fiqih." Imam Syafi 'i berkata,
"Tidak ada yang lebih aku benci daripada ilmu kalam dan ahlinya." Al­Mazani berkata,
"Merupakan madzhab Imam Syafi'i membenci kesibukan dalam ilmu kalam. Beliau
melarang kami sibuk dalam ilmu kalam." Ketidaksukaan beliau sampai pada tingkat
memberi fatwa bahwa hukum bagi ahli ilmu kalam adalah dipukul dengan pelepah
kurma, lalu dinaikkan ke atas punggung unta dan digiring berkeliling di antara kabilah­
kabilah dengan mengumumkan bahwa itu adalah hukuman bagi orang yang
meninggalkan al­Qur'an dan Sunnah dan memilih ilmu kalam.
Wafatnya
Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit
bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah
hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat
Isya' hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah
memberikan kepadanya rahmat­Nya yang luas.
Ar­Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi'i, sesudah
wafatnya. Dia berkata kepada beliau, "Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai
Abu Abdillah?" Beliau menjawab, "Allah mendudukkan aku di atas sebuah kursi emas
dan menaburkan pada diriku mutiara­mutiara yang halus."
Karangan­Karangannya
Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan
perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis
banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut
al­Marwaziy mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih, adab dan lain­lain. Yaqut al­Hamawi
mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul­judulnya disebutkan oleh Ibnu an­
Nadim dalam al­Fahrasat. Yang paling terkenal di antara kitab­kitabnya adalah al­Umm,
yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan ar­Risalah al­Jadidah (yang telah direvisinya)
mengenai al­Qur'an dan as­Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.
Sumber:
1. Al­Umm, bagian muqoddimah hal. 3­33
2. Siyar A'lam an­Nubala'
3. Manhaj Aqidah Imam asy­Syafi', terjemah kitab Manhaj al­Imam Asy­Syafi 'i fi Itsbat al­
'Aqidah karya DR. Muhammad AW al­Aql terbitan Pustaka Imam Asy­Syafi'i,

Al-Hikam

Tiada satu nafas pun yang engkau hembuskan melainkan
baginya ada satu qadar (yakni ketentuan AllÁh) yang sudah terlebih
dahulu ditetapkan (yakni sejak azali) akan berlaku atas
dirimu.

Sabtu, 20 Juni 2009

NIAT


NIAT

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia
berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

Sesungguhnya setiap perbuatan
tergantung niatnya. Dan sesungguhnya
setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang
hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya
karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya
maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.

(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin
Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj
bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang
merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .

Catatan :
Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran
Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini
mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri
dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah
satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits
ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang
berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
Hadits ini ada sebabnya, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke
Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon
bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang
hijrah karena Ummu Qais).

Pelajaran yang terdapat dalam Hadits
Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal
ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah
ta’ala).

Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada
semua amal shalih dan ibadah.
Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena
mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.

Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia
merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal
Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan
diamalkan dengan perbuatan.

Perbuatn baik berasal dari niat yang baik......

Empat Racun Hati

Didownload dari http://www.vbaitullah.or.id/

Empat Racun Hati

Abdullah Shalih Al-Hadrami
27 Juli 2004
Segala puji hanya bagi Allah. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabat dan para pengikut yang setia sampai hari kiamat.
Amma ba'du. Allah berfirman,
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabnya. (Al-Isra': 36)
Sesuatu yang paling mulia pada diri manusia ialah hatinya. Peran hati terhadap
seluruh anggota badan, ibarat raja terhadap para prajuritnya. Semua bekerja atas
dasar perintahnya dan tunduk kepadanya. Pada kemudian hari nanti, hati akan ditanya
tentang para prajuritnya. Sebab setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang
dipimpinnya.
Rasulullah bersabda,
Ketahuilah, di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, maka baik
pulalah seluruh tubuh. Dan apabila ia rusak, maka rusak pulalah seluruh
tubuh. Ketahuilah, itu adalah hat. (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah berkata,
Hati adalah raja anggota tubuh. Dan anggota tubuh adalah para
prajuritnya. Apabila raja baik, maka baik pulalah para prajuritnya. Dan
apabila raja busuk, maka busuk pulalah para prajuritnya.
Disalin dari majalah As-Sunnah 09/VII/1424H hal 21 - 26.
Hati adalah raja. Seluruh tubuh adalah pelaksana semua titahnya yang selalu siap
untuk menerima arahannya. Aktivitasnya tidak dinilai benar, jika tidak diniatkan dan
dimaksudkan oleh sang hati. Pada kemudian hari, hati akan ditanya tentang para
prajuritnya. Sebab setiap pemimpin itu bertanggungjawab atas yang dipimpinnya.
Maka, memperhatikan dan meluruskan hati merupakan perkara yang paling utama
untuk diseriusi oleh orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah. Demikian pula,
dengan mengkaji penyakit-penyakit hati dan metode mengobatinya, merupakan bentuk
ibadah yang utama bagi ahli ibadah.
Perumpamaan hati, ialah seperti sebuah benteng. Sedangkan syetan merupakan
musuh yang hendak masuk ke dalam benteng tersebut, hendak menguasai dan
merebutnya. Benteng tidak akan terlindungi, kecuali dengan menjaga pintu-pintunya.
Orang yang tidak mengetahui pintu-pintu itu, tidak akan bisa menjaganya.
Jadi, seseorang tidak bisa mengusir syetan kecuali dengan mengetahui pintu-pintu
masuk yang dilewati syetan. Pintu-pintu masuk itu adalah sifat-sifat manusia yang
jumlahnya sangat banyak. Dan kami akan menyebutkan empat pintu masuk syetan
yang paling banyak tersebar dan berbahaya.
Ketahuilah, hati dapat rusak sebagaimana halnya badan. Dan setiap kemaksiatan
adalah racun hati. Ia menjadi penyebab sakit dan kehancurannya, memalingkan dari
kebaikan dan menambah parah penyakitnya.
Hati adalah pusat ilmu dan ketaqwaan, cinta dan benci, keragu-raguan dan bencana.
Dialah yang tahu tentang Allah, dan jalan menuju kepadaNya. Dan anggota tubuh ini
tidak lain hanyalah mengikuti dan berkhidmat kepadanya.
Para salaf memperoleh kemenangan yang besar dan sangat unggul. Tidak lain karena
kualitas mereka dalam ibadah-ibadah hati. Keistimewaan mereka dalam hal ini tidak
ada tandingannya. Abdullah bin Mubarak berkata,
Kulihat dosa-dosa itu mematikan hati
Membinasakannya mengakibatkan kehinaan
Meninggalkan dosa adalah kehidupan bagi hati
Selalu menjauhinya adalah yang terbaik bagi anda.
Allah berfirman,
(yaitu) pada hari harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang
datang kepada Allah dengan hati yang selamat. (Asy Syu'ara: 88 -
89)
Hati yang sehat adalah hati yang selamat. Hati yang selamat didefinisikan sebagai hati
yang terbebas dari setiap syahwat, keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah,
dan dari setiap syubhat, ketidakjelasan yang menyeleweng dari kebenaran.
Maka, barangsiapa menginginkan keselamatan dan kehidupan bagi hatinya, hendaklah
ia membersihkan hatinya dari pengaruh racun-racun itu. Kemudian menjaganya, jangan
sampai ada racun lain yang menggrogotinya.
Adapun jika tanpa sengaja ia mengambil salah satunya, ia mesti bersegera untuk
membuangnya dan menghapus pengaruhnya dengan cara bertaubat, beristighfar dan
mengerjakan amal shalih yang dapat menghapus kesalahan.
Yang dimaksud dengan empat racun hati yaitu:
1. Banyak bicara
2. banyak memandang
3. banyak makan dan minum
4. banyak bergaul dengan sembarang orang

Keempat racun ini merupakan sumber yang paling banyak tersebar, dan paling
berbahaya bagi kehidupan hati.
1. Banyak Bicara
Lidah mempunyai pengaruh yang sangat besar. Keimanan dan keka#ran bisa tampak
melalui lihad (syahadat). Barangsiapa melepaskan tali kendali lidahnya, maka syetanpun
akan memperdayanya dari segala penjuru, sehingga menggiringnya menuju tepian
jurang, kemudian menjatuhkannya sampai ke dasar.
Dari Mu'adz, dari Rasulullah bersabda,
Dan tiadalah yang menelungkupkan wajah atau batang hidung manusia ke
dalam api neraka, melainkan karena ulah lidahnya.

Banyak ayat Al Qur'an dan sabda Rasulullah serta ucapan salafush shalih yang
memperingatkan kita dari bahaya dan kerusakan lidah. Diantaranya firman Allah,
Tiadalah suatu perkataan pun yang diucapkannya, melainkan ada di
dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS Qaf: 18).
HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim, shahih.
Dari Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi berkata,
aku bertanya, "Ya Rasulullah, apakah yang paling anda takutkan terhadap
diri saya?" Beliau bersabda, "Ini." sambil memegang lidahnya.

Dari Uqbah bin Amir berkata, "Ya Rasulullah, apakah keselamatan itu?" Beliau
bersabda, "Peliharalah lidahmu."
Beliau bersabda pula,
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata
yang baik atau diam. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah, bahwasanya ia mendengar Rasulullah bersabda,
Sesungguhnya, seorang hamba berbicara dengan sebuah pembicaraan yang
jelas (ia anggap biasa); ternyata hal itu membuat ia tergelincir ke dalam api
neraka lebih jauh dari pada jarak timur dan barat. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata,
Demi Allah, tiada tuhan yang pantas disembah selain Dia. Tiada sesuatu
pun yang lebih pantas untuk dipenjara lebih lama, (kecuali) dari lidahku.
Beliau juga berkata,
Wahai lidah, berkatalah yang baik, kamu akan beruntung. Dan Diamlah
dari yang buruk, (maka) kamu akan selamat, sebelum kamu menyesal.
Dari Abu Darda' berkata,
Berlakulah adil terhadap dua telinga dari lidah. Dijadikan untuk anda
dua telinga dan satu lidah, supaya anda lebih banyak mendengar daripada
berbicara.
Bencana lidah yang paling ringan yaitu berbicara tentang sesuatu yang tidak berfaidah.
HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah, Al Hakim dan Ad Darimi, shahih.
HR. At-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Mubarak, shahih
2. Banyak Memandang
Yang dimaksud dengan banyak memandang, yaitu melepaskan pandangan kepada
sesuatu dengan sepenuh mata, dan memandang kepada yang tidak halal untuk
dipandang. Allah berfirman,
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka
menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya"; yang demikian
itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat.
Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan
pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak
dari mereka. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedada
mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-
putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
mereka, putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-
budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita.
Dan Janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-
orang yang beriman agar kamu beruntung. (QS An-Nur: 30 - 31)
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah bersabda,
Telah ditetapkan kepada manusia bagiannya dari perzinahan, ia pasti
melakukan hal itu. Kedua mata, zinanya ialah memandang. Kedua telinga,
zinanya adalah mendengar. Lidah, zinanya adalah berbicara, Tangan,
zinanya adalah memukul (meraba). Kaki, zinanya adalah melangkah.
Hati, berkeinginan dan berangan-angan. Dan yang membenarkan atau
menggagalkan semua itu, adalah kemaluan.

HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad.
5Dari Jarir berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah tentang pandangan yang tiba-tiba
(tidak sengaja). Beliau menjawab, "Alihkan pandanganmu." 5
Berlebihan memandang dengan mata, menimbulkan anggapan indah terhadap apa
yang dipandang dan mepertautkan hati yang memandang kepadanya. Selanjutnya,
terlahirlah berbagai kerusakan dan bencana dalam hatinya, diantaranya:
1. Pandangan adalah anak panah beracun di antara anak panah Iblis
Barangsiapa menundukkan pandangannya karena Allah, Dia akan memberikan
kepadanya kenikmatan dan kedamaian dalam hatinya, yang ia rasakan sampai
bertemu dengan-Nya.
2. Pandangan merupakan pintu masuk syetan
Sesungguhnya masuknya syetan lewat jalan ini melebihi kecepatan aliran udara ke
ruang hampa. Syetan akan menjadikan wujud yang dipandang seakan-akan indah,
menjadikannya sebagai berhala tautan hati.
Kemudian mengobral janji dan angan-angan. Lalu syetan menyalakan api syahwat,
dan ia lemparkan kayu bakar maksiat. Seseorang tidak mungkin melakukannya
tanpa ada gambaran wujud yang dipandangnya.
3. Pandangan menyibukkan hati, menjadikannya lupa terhadap hal-hal yang
bermanfaat baginya, dan menjadi penghalang antara keduanya.
Akhirnya urusannya pun menjadi kacau. Dia menjadi selalu lalai dan mengakui
hawa nafsunya. Allah ber#rman,
Dan janganlah kamu taat kepada orang yang telah Kami lalaikan
hatinya dari dzikir kepada Kami dan mengikuti hawa nafsunya serta
urusannya kacau-balau. (QS. Al-Kahfi: 28)
Demikianlah, melepaskan pandangan secara bebas mengakibatkan tiga bencana ini.
Para dokter hati (ulama') bertutur,
Antara mata dan hati ada kaitan yang sangat erat. Bila mata telah rusak
dan hancur, maka hatipun rusak dan hancur. Hati seperti ini, ibarat tempat
sampah yang berisikan segala najis, kotoran dan sisa-sisa yang menjijikkan.
Ia tidak layak dihuni cinta dan ma'rifatullah, tidak akan merasa tenang dan
5HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ad-Darimi dan Ahmad.
6damai bersama Allah, dan tidak akan mau inabah (kembali) kepada Allah.
Yang bersemayam di dalamnya adalah yang berlawanan dengan semua itu.
Membiarkan pandangan lepas adalah maksiat kepada Allah dan dosa, sebagaimana
#rmanNya pada Al-Qur'an surat An-Nur ayat 30 dan 31 yang telah disebutkan.
Allah ber#rman,
Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat, dan apa yang
disembunyikan oleh hati. (QS Al-Mukmin: 19)
Membiarkan pandangan lepas menyebabkan hati menjadi gelap, sebagaimana menahan
pandangan menyebabkan hati bercahaya.
Bila hati telah bersinar, maka seluruh kebaikan dari segala penjuru akan masuk ke
dalamnya. Sebaliknya apabila hati telah gelap, maka berbagai keburukan dan bencana
akan masuk ke dalamnya, dari segala penjuru.
Seorang yang shalih berkata,
Barangsiapa mengisi lahirnya dengan mengikuti sunnah, mengisi batinnya
dengan muraqabah (merasa diawasi Allah), menjaga pandangannya dari
yang diharamkan, menjaga dirinya dari yang syubhat (belum jelas halal
haramnya), dan hanya memakan yang halal, #rasatnya tidak akan meleset.
3. Banyak Makan dan Minum
Nafsu perut adalah termasuk perusak yang amat besar. Nafsu ini pula, yang
menyebabkan Adam dikeluarkan dari Surga. Dari nafsu perut pula, muncul nafsu
kemaluan dan kecenderungan kepada harta benda. Yang akhirnya disusul dengan
berbagai bencana yang banyak. Semua ini berasal dari kebiasaan memenuhi tuntutan
perut.
Sedikit makan itu melembutkan hati, menguatkan daya pikir, serta melemahkan hawa
nafsu dan sifat marah. Sedangkan banyak makan, akan mengakibatkan sebaliknya. Allah
berfirman,
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS Al-A'raf: 31)
Dari Miqdam bin Ma'di Karib berkata, Aku mendengar Rasulullah bersabda,
Janganlah manusia memenuhi sebuah tempat yang lebih buruk dari
perutnya. Cukuplah bagi manusia beberapa suapa (tiga sampai sembilan),
untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa, maka sepertiga
untuk makan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk bernafas.

Ibnu Abbas berkata,
Allah menghalalkan makan dan minum, selama tidak berlebih-lebihan dan
tidak ada unsur kesombongan.
Berlebihan dalam makan, dapat mengakibatkan banyak hal buruk. Ia menggerakkan
anggota tubuh untuk melakukan maksiat, serta menjadikannya merasa berat untuk taat
dan ibadah. Cukuplah dua hal ini sebagai suatu keburukan.
Dari Utsman bin Za'idah berkata, Sufyan Ats-Tsauri berkirim surat kepadaku:
Apabila engkau ingin badanmu sehat dan ringan tidurmu, maka sedikitkanlah makanmu.
Sebagian salaf berujar,
Sebagian pemuda Bani Israil berta'abud (berpuasa sambil berkhalwat). Bila
telah datang masa berbuka, salah seorang dari mereka berkata, "Jangan
makan banyak-banyak, sehingga minum kalianpun banyak. Lalu tidur kalian
juga banyak, akhirnya kalian banyak merugi."
'Aisyah meriwayatkan, sejak masuk Madinah, keluarga Rasulullah belum pernah merasa
kenyang oleh roti gandum selama tiga hari berturut-turut, sampai beliau wafat. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Amir bin Qais berkata,
Berhati-hatilah engkau dari banyak makan. Karena hal itu menyebabkan kerasnya
hati.
Abu Sulaiman Ad-Darimi berkata, "Kunci dunia adalah kenyang, sedangkan kunci
akhirat adalah lapar."
Al-Harits bin Kaladah -salah seorang pakar kedokteran Arab pada masa lalu berkata,
"Menjaga diri dari makanan (melebihi yang diperlukan), merupakan pangkal penyakit.
Al-Harits berkata pula,
Yang membunuh manusia dan membinasakan binatang-binatang buas di dunia ini,
ialah memasukkan makanan di atas makanan sebelum selesai pencernaan.
Ibrahim bin Adham berkata,
HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, shahih.
Barangsiapa memelihara perutnya, akan terpeliharalah diennya (agamanya). Dan
barangsiapa mampu menguasai rasa laparnya, akan memiliki akhlak yang terpuji.
Sesungguhnya, kemaksiatan kepada Allah itu jauh dari seorang yang lapar dan dekat
dengan seorang yang kenyang.
4. Banyak Bergaul Dengan Sembarang Orang
Ini merupakan penyakit berbahaya yang mengakibatkan banyak keburukan. Ia dapat
menghilangkan nikmat dan menebarkan permusuhan. Ia juga menanamkan kedengkian
yang dahsyat, serta mengakibatkan kerugian dunia dan akhirat.
Dalam bergaul, hendaknya kita mengklasi#kasikan (membagi) manusia menjadi dua
kelompok, yang baik dan buruk. Ketidakmampuan kita membedakan dua kelompok ini,
dapat membawa bencana. Allah ber#rman,
Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya, seraya
berkata, "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan
besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan fulan itu teman akrab(ku).
Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an, ketika Al-Qur'an itu telah
datang kepadaku." Dan adalah syetan itu tidak mau menolong manusia. (Al-Furqan:
27 - 29)
Allah berfirman pula,
Teman-teman akrab para hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang
lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa. (Az-Zukhruf: 67)
Rasulullah bersabda,
Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk, adalah seperti penjual minyak
wangi dan peniup api (pandai besi), adakalanya memberi anda (minyak wangi), atau
anda membeli darinya, atau anda mendapat bau wangi darinya. Adapun peniup api
(pandai besi), adakalanya membakar pakaian anda, atau anda mendapatkan bau yang
kuran gsedap darinya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda,
Seseorang itu mengikuti agama sahabatnya. Maka, hendaklah kalian memperhatikan
siapa sahabat kalian.

Rasulullah bersabda,
Janganlah anda berteman melainkan dengan orang mukmin dan janganlah memakan
makananmu, kecuali orang bertaqwa.

Hadits hasan, diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi.
HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Dawud dengan sanad yang hasan.
Berkata Umar bin Khathab,
Janganlah anda berjalan bersama orang fajir (yang bergelimangan dalam dosa),
karena dia akan mengajarkan kepada anda perbuatan dosanya.
Berkata Muhammad bin Wasi',
Tiadalah tersisa dari kenikmatan dunia, selain shalat berjama'ah dan berjumpa
dengan teman (yang shalih).
Berkata Bilal bin Sa'ad,
Saudaramu yang selalu mengingatkanmu akan kedudukanmu di sisi Allah adalah lebih
baik bagimu, daripada saudaramu yang selalu memberimu dinar (harta benda).
Berkata sebagian salaf,
Orang yang paling lemah (tercela), yaitu orang yang tidak mau mencari teman (yang
baik). Dan yang lebih lemah (tercela) daripadanya, ialah orang -yang apabila telah
mendapatkan teman (yang baik)- ia menyiakannya.
Alangkah bahagianya, apabila kita diberi rezki oleh Allah berupa teman yang shalih.
Teman yang selalu mengingatkan dan menasihati kita untuk tetap istiqamah, sehingga
kita selamat dari api neraka dan masuk ke dalam surga. Itulah teman yang baik dan
bermanfaat di dunia dan akhirat.
Semoga Allah senantiasa menyelamatkan hati kita dari segala racun dan kotorannya,
sehingga kita selalu bersih dan bersinah sampai berjumpa denganNya. Amin, ya rabbal
'alamin.
Pustaka
[1] Al-Misbahul Munir Fi Tahdzib Tafsir Ibn Katsir, Jama'ah Minal Ulama', Isyraf Asy-
Syaikh Sha#yyur Rahman Al-Mubarakafuri, Daar As-Salam, Riyadh.
[2] Tazkiyatun Nufus, Syaikh Ahmad Farid, Edisi revisi hanya memuat hadits-hadits
shahih. Cetakan tahun 1419H / 1998M, Daar Al-Aqidah Litturats, Iskandariyah.
[3] Tazkiyah An-Nafs, Syaikh Ahmad Farid, Edisi lama (belum direvisi), terjemahan
Indonesia. PenterjemahL Imtihan Asy-Sya#'i, Pustaka Arafah.
[4] Jami' Al-Ulum Wal Hikam, Ibnu Rajab, tahqiq Syu'aib Al-Arnauth dan Ibrahim
Bajis, Muassasah Ar-Risalah, Beirut.
[5] Al-Mukhtar Lil Hadits Fi Syahri Ramadhan, Majmu'ah Thalabatil Ilmi, Rabithah
Alam Islami.